Thursday 1 September 2016

Malam itu menyesatkanku lagi



Memang malam selalu gelap. Menggelapkan setiap hal yang sengaja menyapanya. Enggan aku bertutur sapa dengannya. Meski ia sering merayuku meski tak berucap. Terkadang di kirimkannya hembusan angin yang menusuk kulitku. Di paksanya aku terlelap di dalamnya. Namun tak pernah sekalipun aku bergeming. Ku tolak setiap ajakannya datar.

Hingga suatu ketika sang malam tak kalah akal. Di buatnya aku gelap segelap-gelapnya. Tak berdaya daku menerima serangan mautnya. Kali ini di kirimnya sosok yang lebih indah dari bidadari. Kulihat rambut lurus panjangnya dalam kerumunan orang di tengah kota. Di tuntunnya aku oleh malam menuju sang ciptaan indah tuhan itu. Benar saja, indahnya bukan main. Aku yang jauh dari kata menarik ini dengan dengan lancang berdiri di sampingnya. Ku belikannya ia minum. Hanya tersenyum sambil meninggalkanku begitu saja. Aku di campakannya dalam malam. Rupanya aku di permainkan oleh sang malam.

Malam berikutnya sang malam enggan memberikan petunjuk lagi padaku. Hilang akal sudah aku memikirkannya setiap terbangun menatap pagi. Ku cari sosok bidadari itu kembali. Meski hanya dengan alasan meneguk secangkir kopi. Hingga tengah malam tak ku sangka dia datang kembali. Dengan rambut panjangnya yang masih selalu membuatku terpesona. Dia menatapku hingga hitungan ke tujuh. Berarti dia mengingatku begitu jelas. Aku terbang tinggi tak terjangkau. Ku dekati dirinya kembali. Kali ini ia membelikanku minum. Ku berikan tanganku di hadapannya. Di jabatnya tanganku tanpa ragu. Ku ucapkan namaku dengan jelas. Dia hanya tersenyum dan sekali lagi meninggalkanku pergi.

Harus ku akui wanita satu ini berbeda dengan lainnya yang pernah ku temui. Dibawanya hatiku pergi entah kemana. Pulanglah aku kembali meski tak membawa hati. Dia memang wanita yang rakus. Sudah punya dia satu hati, namun diambilnya pula milikku pergi tanpa menukarkan dengan miliknya.

Setiap malam akhir pekan kucoba mencarinya di tempat yang serupa. Ku jumpa dia lagi, kali ini dengan baju serba merah menyala. Ku jabat tangannya erat. Kutanya padanya mengapa ia selalu pergi. Dijawabnya padaku, bahwa ia adalah sang ombak yang akan menemuiku meski sekejap, lalu harus kembali kala waktunya untuk kembali. Namun suatu saat pasti akan tetap kembali.


Ku pandang matanya penuh arti. Ku ucapkan padanya jika ia sudah merenggut hatiku pergi. Lalu berjanjilah ia untuk bersamaku malam ini. Tak ingin ia kembali hingga nanti. Bahkan di genggamnya hati ini seakan tak ingin ia lepas. Ku minta hatinya untukku. Namun ia hanya menatapku sambil tersenyum kembali. Terlelap aku kala itu tak ingin bergeming meski se inci. Ingin selalu ku bersama bidadari itu hingga mati. Namun rupanya sang malam menyesatkanku lagi. Bidadari itu pergi tak berpamit saat pagi. Hanya ada hati yang tak sempurna dan beberapa goresan pena yang ia beri. Katanya jangan menghubunginya lagi.

-

Riowaldy.
Share: